Asrama… Ya Lolima

Wah, dengar-dengar angkatan 50 sudah mau datang nih. Merasa makin tua muda aja. Yah, sebagai senior yang semoga baik, sok manis, dan nggak keren, dengan penuh keramahan dan kehangatan ingin menyapa adik-adikku tercinta angkatan 50 melalui tulisan #6MingguBerceritaIPB. Selamat datang di IPB, nikmati hari-harimu dengan penuh semangat dan kebahagiaan. Gak rugi deh masuk IPB, saya jaminannya. Tapi jangan digadaiin ya.. Hehe.

Nah, yang spesial dari IPB itu mahasiswa baru wajib tinggal di asrama selama 1 tahun. Dan asrama itu memang WOW banget. Jangan dibayangin yang jelek-jelek atau gak enak-gak enaknya, entar jadi gak enak beneran. banyak lho yang asyik-asyik di asrama. Nah, karena saya sudah mengalami tinggal di asrama duluan, jadi sekedar sharing aja bagaimana asrama di mata saya. Siapa tahu bisa berguna, kalau ternyata nggak berguna ya diguna-gunai aja ya..

Pertama kali masuk asrama itu rasanya… “Oh…” udah, gitu doank. Hehe, memang nggak terlalu gimana-gimana sih rasanya. Gak ada melankolis-melankolisnya karena memang tidak diantar keluarga. Begitu selesai pertemuan orang tua, papa telepon kalau harus segera ke Bandara ngejar pesawat.  Nggak ngerasain sick home karena memang bukan tipe sick home.

Flat donk… Gak seru nih…

Siapa bilang? Asrama itu Rumahku Istanaku. Aku jadi punya keluarga besar yang hangat, baik, dan menyenangkan. LOLIMA, Lorong Lima A2. Kenapa namanya Lolima, karena Lolipop it’s too mainstream. Hehe.. Nah, teman-teman di Lolima inilah yang memberiku nickname alias nama panggilan Sentani. Dan merekalah yang memperkenalkan aku sebagai Sentani (sebagian tahu itu bukan nama asliku, sebagian lagi baru tahu 6 bulan kemudian).

18102008

Lolima A2 2008-2009

Yang paling dikangengin dari Asrama, Ya Lolima.. Kalau habis pulang kuliah, siang bolong, panas terik, lelah jalan dari FPIK ke asrama, begitu masuk asrama itu rasanya langsung adem, begitu melangkah ke lorong lima langsung hilang semua lelah. Karena sambutan keluarga tercinta itu begitu hangat. Baru masuk lorong sudah diterikin, “Udah pulang Sen?” dan begitu ada satu yang teriak, teriakan lain pun segera menyusul dari kamar-kamar yang lain. Yang ngucapin selamat datang, yang nanyain kabar, yang sekedar nyapa. Really miss my Lolima..

Yang paling menguntungkan waktu tinggal di asrama itu, kalau ada tugas, akses buat “nyontek”-nya mudah. Kalau mau belajar bareng tinggal ngungsi ke kamar sebelah. Kelaparan tengah malam? Ketok pintu depan. Ulang tahun? Guyur aja pakai air dari kamar mandi, habis itu gotong royong ngepel lorong. Kalau habis liburan, siap-siap menyantap berbagai panganan khas daerah yang dibawa sebagai oleh-oleh. Pokoknya, seru deh.

Yang ngerepotin dari asrama itu jam malamnya. Udah sih.. Itu doank..

Oh iya, saya bagi nih tipsnya supaya nggak sick home terutama bagi para penghuni astri, anggaplah asrama sebagai rumah. Dan teman-teman yang ada di asrama adalah keluarga. Memang asrama tidak bisa menggantikan rumah asli dan keberadaan orang tua serta saudara yang sesungguhnya. Tapi dengan inilah kita bisa membentuk keluarga baru. I do it.

Ini nih salah satu yang paling berkesan waktu tinggal asrama. Nah, waktu zaman angkatan 45, seingat saya tidak lama setelah matrikulasi langsung lebaran. Berhubung saya baru satu bulan di Bogor, tidak ada ongkos untuk pulang ke Jayapura, tidak ada saudara di Jawa Barat, sudah kebayang saja bakal melewatkan lebaran di asrama. Tapi, teman dari kamar seberang mengajakku untuk lebaran bersama keluarganya. Padahal waktu itu belum terlalu kenal, dan belum akrab juga, tapi Sakina Saksi Bogarestu dan kelurga besarnya menyambut saya dengan hangat dan saya jadi memiliki satu keluarga besar lagi. Melewati lebaran bersama keluarga besar Ina adalah pengalaman indah yang tidak akan saya lupakan. Keliling Bandung bahkan sampai ke Lampung. Pertama kalinya nerima duit (THR) waktu lebaran. Ngerasain mudik. Bersyukur banget deh meskipun terpisah jauh dari keluarga saat lebaran.

Tulisan mahasiswa tingkat dewa

yang terkenang masa-masa indah di asrama

Tulisan ini disertakan pada #6MingguBerceritaIPB dalam rangka menyambut generasi emas IPB angkatan 50. Sekali lagi, selamat datang angkatan 50. Selamat menimba ilmu.

Cerpen

Sudah lama rasanya tidak membaca cerpen, lalu teringat salah satu rubrik cerpen yang saya sukai, cerpen kompas. Search di google, dan ini rekomendasi saya

Tangan-tangan buntung

Tidak mungkin sebuah negara dipimpin oleh orang gila, tidak mungkin pula sebuah negara sama-sekali tidak mempunyai pemimpin. (silakan baca)

Kalimat yang sangat menggelitik dan menggoda untuk dibaca. Saya suka hal berat yang dikemas menjadi ringan dan renyah untuk dibaca. Great job. Cerpen ini bercerita tentang Presiden Nirdawat yang memimpin negara yang namanya selalu berubah-ubah sesuai dengan nama Presidennya, begitupun bendera dan lagu kebangsaanya. Undang-undang yang dicurangi, nepotisme yang ditutup-tutupi, dan diakhirnya menyindir Indonesia.

“… di negara yang sangat makmur ini, banyak pemimpin bertangan buntung. Hukum memang tegas: barang siapa mencuri uang rakyat, harus dihukum potong tangan. … ternyata, para pemimpin buntung justru bangga. Kendati mereka kena hukuman potong tangan, mereka tetap bisa menjadi pemimpin, dan tetap dihormati.”

Bu Geni di Bulan Desember

Bagi Bu Geni, semua bulan adalah Desember. Bulan lalu, sekarang ini, atau bulan depan berarti Desember. Maka kalau berhubungan dengannya, lebih baik tidak berpatokan kepada tanggal, melainkan hari. Kalau mengundang bilang saja Jumat dua Jumat lagi. Kalau mengatakan tanggal 17, bisa repot. Karena tanggal 17 belum tentu jatuh hari Jumat. Kalau memesan tanggal 17, bisa-bisa Bu Geni tidak datang sesuai hari yang dijanjikan. (silakan baca)

Karakter yang unik dan memaksa rasa penasaran untuk mengintip kesehariannya. Bu Geni memiliki pola pikir yang nyentrik.  Wanita yang tidak terikat waktu kecuali pada Bulan Desember ini justru menganggap perkawinan sebuah keanehan. Padahal dirinya adalah perias pengantin. Bu Geni bisa merias manusia, mayat, patung pengantin, pepohonan juga kerbau. Ia selalu merias dengan bersungguh-sungguh.

Bukit Mawar

Namanya Arjuna. Laki-laki, kurus, bujangan, 45 tahun-an. Ada yang memanggilnya ”Mas Ar”, ada juga yang memanggilnya dengan ”Kang Juna”. Siapa yang benar? Kurasa dua-duanya benar, karena Arjuna hanya tersenyum. (silakan baca)

Arjuna berperawakan kurus. Wajahnya tampak layu berhiaskan bopeng bekas cacar, sedangkan  rambutnya lurus, tipis, dan berantakan. Jauh dari tampan. Namun sungguh rupawan pola pikirnya. Mencintai mawar dengan tulus dan sederhana. Dia tidak mengizinkan tanahnya dibeli dengan harga 2 Milyar untuk dibangun mall demi mawar-mawarnya. Dengan bukit mawarnya, “Arjuna bukan hanya membangun keajaiban, bukan juga membangun mimpi, tetapi harapan bagi orang banyak.” Kisah yang inspiratif. Terkadang kita perlu bertindak benar meskipun itu gila dan nekat.

Ular Randu Alas

Tersembunyi kisah rahasia pada sebatang pohon randu alas tua. Tak seorang pun berani menebangnya. Seabad sudah pohon randu alas itu berumur. Aku menduga, pohon randu alas yang menjulang kokoh di tepi jalan pertigaan menuju perumahan tempat tinggalku berumur lebih dari seabad. (silakan baca)

Elemen paling menarik dalam cerpen ini adalah twist ending. Pembaca yang memutuskan apakah tokoh “aku” mati atau hidup.

Sebenarnya banyak cerpen-cerpen kompas lainnya yang bagus, tapi yang paling berkesan bagi saya adalah ini. Selamat membaca 🙂

Selalu Ada Kebaikan

Tulisan yang terinspirasi dari sebuah komik.

Alkisah, ada seorang ayah yang membacakan dongeng untuk putrinya. Dongeng Cinderella. Saya yakin sebagian besar pembaca pasti sudah tahu ceritanya.

Seorang gadis jelita yang hidup menderita bersama ibu tiri dan dua saudara tiri. Lalu dengan bantuan ibu peri Cinderella bisa datang ke pesta dansa dan berdansa dengan pangeran. Ketika jam berdentang 12 kali, sihir ibu peri lenyap sehingga Cinderella buru-buru kabur dari istana dan meninggalkan sepatu kaca yang nantinya akan ditemukan pangeran. Pangeran mencari gadis yang ukuran kakinya sama dengan sepatu kaca dan menikahinya. lalu hidup bahagia selamanya.

Yang aneh adalah dalam satu kerajaan tidak ada gadis yang ukuran kakinya sama dengan Cinderella. Tapi bukan itu yang akan dibahas kali ini.

Setelah dongeng selesai dibacakan, sang anak berkomentar bahwa dia tidak menyukai dua saudara tiri Cinderella yang jahat. Lalu sang ayah berkata, ” Tidak ada orang yang benar-benar jahat. Coba kamu cari kebaikan dari kakak-kakak Cinderella”

Si anak mengamati buku dongeng dengan seksama. “Rambut kakak Cinderella sangat indah. Aku rasa di akhir cerita ia bisa berteman baik dengan Cinderella”

Sang ayah mengelus kepala putrinya. “Selalu ada kebaikan dalam diri setiap orang”

Secuplik adegan yang sangat menginspirasi. Menanamkan baik sangka pada anak-anak. Terkesan dengan cara pandang sang ayah yang berbeda dari kebanyak orang.

Inilah nikmat membaca. Baca yuk baca… Banyak segudang ilmu yang kadang sederhana namun ternyata menginspirasi.

 

Kenapa Cewek Matre?

Kalau cewek nggak matre, cewek nggak butuh cowok. It’s so simpel simple.  Ayo kita berpikir terbuka dengan cara buka-bukaan. Eiiits, jangan buka baju Anda, cukup pikiran Anda 🙂

Cowok: Kenapa sih cewek suka banget belanja?

Cewek: Soalnya barangnya lucu-lucu.. Ini kan model terbaru, dan.. (blablabla yang lainnya)

Alasannya: wanita diciptakan doyan belanja agar mereka butuh mesin pencetak uang. Siapakah mesin pencetak uang? Pria. Cewek butuh cowok untuk memenuhi kebutuhannya. Kalau cewek tidak butuh cowok, maka pasangan di dunia ini akan menjadi cewek-cewek dan cowok-cowok *merinding*.

Alasan selanjutnya: cewek mata duitan dan cowok mata keranjang.  Untuk masalah mata duitan telah dijelaskan di atas. Nah, kenapa cewek matre dan doyan belanja? Karena cowok mata keranjang. Sukanya ngelihat cewek yang cantik, sedap dipandang, dan mulus. Wanita yang diberi anugerah “kecantikan alami” lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang agak cantik dengan sedikit kekurangan di sana-sini, seperti kurang mancung, kurang tinggi, kurang putih dan lain sebagainya. So, tentu diperlukan biaya lebih untuk mempercantik diri. Wanita ingin lebih cantik karena pria, maka pria yang harus membayarnya. Simbiosis mutualisme.