Mudik Nyaman dengan Bus

Mudik, tradisi yang satu ini baru bisa dirasakan setelah kuliah di Bogor. Waktu masih tumbuh besar dan hidup di Papua, gue tidak kenal  dengan yang namanya mudik apalagi ngerasain. Kalau lihat berita di TV cuma bisa geleng-geleng kepala dan bersyukur tidak perlu capek-capek dan macet-macetan mudik menjelang lebaran. Nah, karena sekarang gue kuliah di Bogor, jadilah gue sudah lima tahun ini ngerasain mudik.

Dan tiap tahun, karena selalu mudik ke tempat yang berbeda, jadi punya cerita sendiri-sendiri. Pusingnya itu kalau pergi ke tempat yang belum pernah didatangi, jadi Tidak kenal dengan jalannya. Tidak bisa mengira-ngira sudah mau nyampe atau masih jauh. Mana gue doyan molor lagi. Jadi sudah dua kali kejadian nyasar karena ketiduran waktu perjalanan jauh. Dan, hape gue mati. Untung gue selalu selamat. Sujud syukur.

Jadi, buat yang mudik dan perjalanan jauh dengan menggunakan angkutan umum bus, gue punya beberapa saran:

1. Carger hape sampe baterai full terutama buat yang tidak punya Powerbank.

2. Usahakan jangan pergi sendiri. Jadi kalo yang satu molor, yang satu bangun. Yang satu hapenya koid, yang satu masih hidup.

3. Bawa bekal sendiri makanan dari rumah. Karena macet, jadi mungkin susah diperkirakan kapan bus akan berhenti untuk makan. Apalagi bagi yang puasa.

4. Jangan gunakan perhiasan yang mencolok karena akan jadi sasaran para pelaku kejahatan.

5. Ini yang paling penting, jangan pasang tampang oon atau bingung. Sekalipun nyasar/gak tahu arah, tetap pasang tampang cool. Jangan panik. Bertanyalah pada orang yang kira-kira bisa dipercaya.

Asrama… Ya Lolima

Wah, dengar-dengar angkatan 50 sudah mau datang nih. Merasa makin tua muda aja. Yah, sebagai senior yang semoga baik, sok manis, dan nggak keren, dengan penuh keramahan dan kehangatan ingin menyapa adik-adikku tercinta angkatan 50 melalui tulisan #6MingguBerceritaIPB. Selamat datang di IPB, nikmati hari-harimu dengan penuh semangat dan kebahagiaan. Gak rugi deh masuk IPB, saya jaminannya. Tapi jangan digadaiin ya.. Hehe.

Nah, yang spesial dari IPB itu mahasiswa baru wajib tinggal di asrama selama 1 tahun. Dan asrama itu memang WOW banget. Jangan dibayangin yang jelek-jelek atau gak enak-gak enaknya, entar jadi gak enak beneran. banyak lho yang asyik-asyik di asrama. Nah, karena saya sudah mengalami tinggal di asrama duluan, jadi sekedar sharing aja bagaimana asrama di mata saya. Siapa tahu bisa berguna, kalau ternyata nggak berguna ya diguna-gunai aja ya..

Pertama kali masuk asrama itu rasanya… “Oh…” udah, gitu doank. Hehe, memang nggak terlalu gimana-gimana sih rasanya. Gak ada melankolis-melankolisnya karena memang tidak diantar keluarga. Begitu selesai pertemuan orang tua, papa telepon kalau harus segera ke Bandara ngejar pesawat.  Nggak ngerasain sick home karena memang bukan tipe sick home.

Flat donk… Gak seru nih…

Siapa bilang? Asrama itu Rumahku Istanaku. Aku jadi punya keluarga besar yang hangat, baik, dan menyenangkan. LOLIMA, Lorong Lima A2. Kenapa namanya Lolima, karena Lolipop it’s too mainstream. Hehe.. Nah, teman-teman di Lolima inilah yang memberiku nickname alias nama panggilan Sentani. Dan merekalah yang memperkenalkan aku sebagai Sentani (sebagian tahu itu bukan nama asliku, sebagian lagi baru tahu 6 bulan kemudian).

18102008

Lolima A2 2008-2009

Yang paling dikangengin dari Asrama, Ya Lolima.. Kalau habis pulang kuliah, siang bolong, panas terik, lelah jalan dari FPIK ke asrama, begitu masuk asrama itu rasanya langsung adem, begitu melangkah ke lorong lima langsung hilang semua lelah. Karena sambutan keluarga tercinta itu begitu hangat. Baru masuk lorong sudah diterikin, “Udah pulang Sen?” dan begitu ada satu yang teriak, teriakan lain pun segera menyusul dari kamar-kamar yang lain. Yang ngucapin selamat datang, yang nanyain kabar, yang sekedar nyapa. Really miss my Lolima..

Yang paling menguntungkan waktu tinggal di asrama itu, kalau ada tugas, akses buat “nyontek”-nya mudah. Kalau mau belajar bareng tinggal ngungsi ke kamar sebelah. Kelaparan tengah malam? Ketok pintu depan. Ulang tahun? Guyur aja pakai air dari kamar mandi, habis itu gotong royong ngepel lorong. Kalau habis liburan, siap-siap menyantap berbagai panganan khas daerah yang dibawa sebagai oleh-oleh. Pokoknya, seru deh.

Yang ngerepotin dari asrama itu jam malamnya. Udah sih.. Itu doank..

Oh iya, saya bagi nih tipsnya supaya nggak sick home terutama bagi para penghuni astri, anggaplah asrama sebagai rumah. Dan teman-teman yang ada di asrama adalah keluarga. Memang asrama tidak bisa menggantikan rumah asli dan keberadaan orang tua serta saudara yang sesungguhnya. Tapi dengan inilah kita bisa membentuk keluarga baru. I do it.

Ini nih salah satu yang paling berkesan waktu tinggal asrama. Nah, waktu zaman angkatan 45, seingat saya tidak lama setelah matrikulasi langsung lebaran. Berhubung saya baru satu bulan di Bogor, tidak ada ongkos untuk pulang ke Jayapura, tidak ada saudara di Jawa Barat, sudah kebayang saja bakal melewatkan lebaran di asrama. Tapi, teman dari kamar seberang mengajakku untuk lebaran bersama keluarganya. Padahal waktu itu belum terlalu kenal, dan belum akrab juga, tapi Sakina Saksi Bogarestu dan kelurga besarnya menyambut saya dengan hangat dan saya jadi memiliki satu keluarga besar lagi. Melewati lebaran bersama keluarga besar Ina adalah pengalaman indah yang tidak akan saya lupakan. Keliling Bandung bahkan sampai ke Lampung. Pertama kalinya nerima duit (THR) waktu lebaran. Ngerasain mudik. Bersyukur banget deh meskipun terpisah jauh dari keluarga saat lebaran.

Tulisan mahasiswa tingkat dewa

yang terkenang masa-masa indah di asrama

Tulisan ini disertakan pada #6MingguBerceritaIPB dalam rangka menyambut generasi emas IPB angkatan 50. Sekali lagi, selamat datang angkatan 50. Selamat menimba ilmu.

Surga Di Telapak Kaki Ibu

Surga di telapak kaki ibu

Itu sih udah basi. Semua orang juga tau. Tahu dan mengerti itu berbeda. Apakah teman-teman mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari?

Sebelum melakukan sesuatu? Mintalah restu ibu. Saat menginginkan sesuatu, mintalah doa ibu. Dan lakukanlah hal-hal yang disukai ibu. Niscaya hidup akan jadi lebih mudah.

Ini ceritanya lagi insyaf. Pada pagi, 10 Desember 2012 habis dengar ceramah langsung dari ustadz Yusuf Mansyur di Gedung Graha Widya Wisuda lebih tenar disebut GWW atau Grawida. Inti ceramahnya tentang apa? Ibu. Betapa dahsyatnya, bahkan dahsyat pun terlalu kecil untuk menggambarkan keluarbiasaan seorang ibu.

Ibu lebih hebat dari rumah sakit. Ibu lebih hebat dari guru. Ibu lebih hebat dari sarjana menejemen. Ibu lebih hebat dari psikolog.

Para ibu indonesia yang berbahagia, doa ibu memiliki kekuatan luar biasa untuk mengguncang langit. Air mata yang menetes ketika melantunkan doa itu akan sangat di dengar sang Maha kuasa. Apalagi ketika ia dimohonkan secara terus-menerus sepenuh hati. Dengan keyakinan. Dalam kepasrahan. Wahai para ibu Indonesia, mari doakan anak-anak ibu sekalian, doakan negeri ini. Murahlah dalam berdoa. Agar anak-anak ibu, agar negeri ini menjadi lebih baik.

Semoga saya diberi umur panjang, sehingga saya berkesempatan menjadi seorang ibu yang luar biasa seperti ibu-ibu sekalian.

Semakin Tahu Kita Tidak Tahu

Semakin kita tahu, maka semakin kita tahu banyak yang kita tidak tahu

Kalimat ini tentu sudah sering kita dengar. Saya yakin kita pun mengerti maknanya dengan jelas. Tapi, mengerti itu tidak sama dengan mengalami. Ketika kita bisa meresapi sendiri, mengetahui masih banyak sekali pengetahuan yang melayang-layang di bumi ini yang belum diketahui, dimengerti, atau dipelajari semakin kita ingin belajar dan membaca. Membaca adalah salah satu cara yang lebih mudah untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Kita tidak perlu lagi repot-repot praktik sendiri, menjelajah, atau mengobservasi sekian lama. Beruntunglah mereka Continue reading